
Dekrit.id|Siantar– Pemilihan wali kota dan wakil wali kota (Pilwalkot) Siantar secara langsung dimulai sejak tahun 2005. Namun banyaknya biaya yang dikeluarkan tidak berbanding lurus dengan kemajuan kota.
Pemenuhan hak-hak dasar publik pun belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, begitu juga tata kelola pemerintahan, pengelolaan keuangan serta pembangunan dalam arti yang luas. Alhasil, kota ini dinilai autopilot alias kota tanpa pemimpin.
Demikian mengemuka dalam acara talkshow bertajuk “Siantar Mencari Wakil Wali Kota” yang diselenggarakan oleh 2’De POINT even organizer, Jumat 9 April 2021.
Pilwalkot 2020 lalu, hanya diikuti satu pasangan calon yakni Asner Silalahi-Susanti. Paslon dengan jargon ‘’PASTI” itu berhasil melawan kotong kosong. Akan tetapi, sebelum pasangan ini ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU setempat, Asner Silalahi meninggal dunia, tepatnya pada hari Rabu, 13 Januari 2021.
Sesuai aturan, Susanti akan menjadi wali kota setelah terlebih dahulu dilantik menjadi wakil wali kota, meski hingga saat ini belum kunjung dilantik.

Pembawa acara talkshow, Tigor Munte mengatakan, konstelasi politik Siantar kian riuh, lantaran tak sedikit yang berkeinginan, termasuk Sondi Silalahi, putra sulung almarhum Asner.
Selain Sondi kata Tigor, ada Mangatas Silalahi yang saat ini menjawabat wakil ketua DPRD Siantar, Rospita Sitorus, Astronot Nainggolan (DPRD), Yan Santoso Purba dan kandidat lainnya. Mereka telah mendaftar ke partai pengusung
Tiga pembicara yang dihadirkan yaitu Rektor UHKBPNP Prof.Dr.Sanggam Siahaan,M.Hum, mewakili akademisi. Lalu, Rospita Sitorus, politikus PDIP, yang juga salah satu kandidat calon wakil wali kota, dan pengamat politik lokal, Pardamean Sihombing.
Satu per satu mereka menyampaikan pendapatnya tentang kepemimpinan Siantar.
Nantinya, Susanti akan menjadi wali kota perempuan pertama di Siantar. Untuk wakilnya, Rospita percaya diri mendaftar ke partai pengusung mendampingi Susanti.
Menurut Rospita, perempuan yang memiliki kapasitas dan pengalaman layak mendampingi Susanti untuk mengeksekusi program kerja yang telah dibuat sebelumnya.
Sementara, Pardamean Sihombing menyebut, peran partai politik pengusung dan DPRD cukup dominan. Itu sesuai aturan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah yang meninggal. “DPRD akan menggelar rapat paripurna memilih dua calon wakil wali kota, yang diusulkan delapan partai pengusung,” kata Pardamean.
Kehadiran pemimpin eksekutif lewat Pilwalkot yang menguras banyak energi dirasakan tidak menjawab peliknya permasalahan yang tak kunjung tuntas. Mantan anggota DPRD Siantar ini tak menampik tudingan bahwa Siantar autopilot. “Kontraproduktif memang. Tak ada pun wakil wali kota berjalannya pemerintahan kota Siantar. Tapi, undang-undang yang mengamanatkan ada wakil, meski lewat proses di DPRD,” ujarnya. Agar proses pemilihan itu nantinya jauh dari praktek suap-menyuap, publik sambung dia harus mengawasinya.
Akar masalah stagnasi pembangunan secara holistik di sebuah daerah atau kota, salah satunya adalah belum terwujud kepemimpinan politik. Prof Sanggam Siahaaan menuturkan, tidak adanya kepemimpinan politik berdampak buruk pada setiap aspek kehidupan, tata kelola pemerintahan, pengelolaan keuangan dan pelayanan publik.
Soal siapa yang akan menjadi waki wali kota tidak begitu penting, lantaran tugasnya membantu kepala daerah, meski diperlukan. “Bagi saya, masalah kita saat ini soal kepemimpinan,” ujarnya.
Siantar kata Sanggam butuh pemimpin yang amanah, yang cakap dan memahami apa potensi dan kebutuhan daerahnya. Kehadirian pemimpin transpormatif menjadi solusi. “Dia dengan senang hati membangkitkan dan mengilhami para pengikut untuk mencapai tujuan,” imbuhnya.
Kepemimpinan transformatif itu punya visi yang jelas dan terukur. Di dalamnya terdapat program jangka pendek, menengah dan panjang. Termasuk, memilki jiwa kesatria dan sikap ilmiah yang kritis kritis dan berani menguji ide-ide baru
Dijelaskan Rektor UHKBPNP, pada jaman pemerintah kolonial belanda, kelompok pro demokrasi, yang menamakan diri Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) telah terbentuk di Siantar tahun 1935, walau tidak berlansung lama. Pergerakan nasional itu dapat kembali digelorakan, dengan visi transformasi kota.
Di akhir penjelasannya, Sanggam Siahaan menegaskan, kepemimpinan transformatif meninggalkan cara-cara lama dan melalukan cara baru atau berpikir dan bertjndak out of the box. (*)

Discussion about this post