Oleh : Mungkap Mangapul Siahaan, MPd
Di Indonesia, pembelajaran daring bukan hal yang asing. Perkuliahan internet itu telah dimulai pada tahun 1980 –an dan berkembang pesat di tahun 2000 an.
Kemudian pada tahun 2014 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program Pembelajaran Daring Indonesia Terbuka dan Terpadu (PDITT) pada tanggal 15 Oktober 2014. Namun pada 18 September 2016, PDITT berganti nama menjadi Sistem Pembelajaran Daring (SPADA).
Program SPADA itu sendiri implementasi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Pendidikan Tinggi.
Nah, pembelajaran dalam jaringan (daring) itu bagian dari keingintahuan menemukan dan mengembangkan pengetahuan lewat pembaharuan, sekaligus menepis bahwa pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pembelajaran konvensional (tatap muka) di sekolah.
Daring dan COVID-19
Saat ini pandemi virus corona tengah melanda dunia termasuk Indonesia. Virus mematikan itu menggerogoti semua aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Kondisi demikian memaksa seluruh pihak melakukan kegiatan belajar di luar sekolah atau kampus.
Mengingat pendidikan merupakan investasi suatu negara, Mendikbud Nadiem Makarim pun lantas mengirim surat ke pemerintah daerah dan perguruan tinggi yang pada intinya menekankan bahwa bekerja dari rumah tidak memengaruhi ukuran penilaian kinerja, meski caranya berubah menjadi pembelajaran daring seperti video conference, e-learning atau distance learning.
Blended Learning: Gabungan model pembelajaran
Jauh sebelum Covid-19 mewabah, kita telah mendengar dan mengenal Blended Learning. Model pembelajaran ini memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antara fasilitator dengan pembelajar memanfaatkan email, Whatsapp, facebook, IG.
Dalam pencapaian target learning, penggunaan media pengantar pembelajaran juga telah memanfaatkan teknologi seperti laptop, handphone, proyektor, dll.
Essensi era revolusi 4.0 atau yang dikenal dengan era distribusi digitalisasi adalah era kecepatan, inovasi dan kreasi yang telah melahirkan reformasi dalam dunia pendidikan. Pendidikan tanpa batasan waktu dan ruang dapat dilaksanakan kapan dan dimana saja, misal seperti online class atau kelas online.
Dilansir kompas, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memprediksi 68,2 juta pelajar dari berbagai jenjang pendidikan kini harus belajar di rumah. Banyaknya jumlah pelajar yang terdampak tidak terlepas dari dari semakin meluasnya penyebaran covid-19 yang kini telah tersebar di semua provinsi.
Kondisi tersebut menuntut para guru dan pelajar memanfaatkan kesempatan guna mencoba berbagai alternatif yang tepat sehingga pembelajaran jarak jauh epektif dilakukan.
Kuncinya siswa tetap dapat mengembangkan diri sesuai minat dan bakat yang dimiliki. Kendati demikian, pembelajaran daring ini dipengaruhi beberapa factor di antaranya akses digital, pembelajaran inklusif hingga sinergi keluarga dan sekolah.
Dosen/Guru dan Pelajar Belum Siap
Bicara era disrupsi bicara perubahan. Jaman perubahan itu memantik bahkan menuntut kalangan terdidik untuk melek teknologi. Sayangnya, belum semua pengajar dan pelajar siap menggunakan skema belajar jarak jauh.
Selain faktor akses internet, kesiapan tenaga pengajar dan komunikasi pihak sekolah dengan keluarga juga turut menyumbang hambatan pembelajaran daring. Ketiga hal tersebut penting mendapat perhatian mengingat ini jalan menuju pendidikan inklusif.
Memanfaatkan teknologi yang tren saat ini seperti youtube, instagram dan media digital lainnya adalah langkah yang bisa dilakukan, sehingga hak para pelajar untuk memperoleh akses pendidikan secara merata harus tetap menjadi jaminan.
Tak ada satu metode yang unggul untuk setiap kondisi dapat dimaknai bahwa teknologi pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga pembelajaran daring boleh jadi alternatif pembelajaran meski pembelajaran konvensional masih tetap dibutuhkan.
Pembelajaran yang menggabungkan antara daring dan konvensional merupakan blended learning . Dengan begitu, model ini dapat dipelajari-diterapkan pengajar dan pelajar yang belum siap menerapkan sistem pembelajaran online di masa pandemi ini.
Perkembangan teknologi gerbang menuju reformasi pendidikan. Bisa jadi, jika semua fasilitas dilengkapi, pembelajaran daring nantinya akan menjadi pilihan utama dari sistim pendikan Indonesia.
Penulis: Dosen prodi pendidikan Bahasa Inggris Univ. HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP)
Discussion about this post