• Disclaimer
  • Pedoman
  • Policy
  • Terms
  • Redaksi
Situs Berita Online
Selasa, 14 Maret 2023
  • NEWS
    • Peristiwa
    • Investigasi
    • Olahraga
    • Politik dan Pemerintahan
  • Regional
    • Sumut
  • Nasional
  • Internasional
  • Opini & Cerita
    • Budaya
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Sejarah
    • Entertainment
    • Tekno & Otomotif
    • Video
    • Relationship
    • Seleb
  • ADVERTORIAL
  • Lipsus
    • PENDIDIKAN
    • Mimbar Dakwah Jum’at
    • Mimbar Minggu
    • Viral
  • PILKADA
    • Pilkada Nasional
    • Pilkada Regional
  • Sport
    • Bola
  • NEWS
    • Peristiwa
    • Investigasi
    • Olahraga
    • Politik dan Pemerintahan
  • Regional
    • Sumut
  • Nasional
  • Internasional
  • Opini & Cerita
    • Budaya
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Sejarah
    • Entertainment
    • Tekno & Otomotif
    • Video
    • Relationship
    • Seleb
  • ADVERTORIAL
  • Lipsus
    • PENDIDIKAN
    • Mimbar Dakwah Jum’at
    • Mimbar Minggu
    • Viral
  • PILKADA
    • Pilkada Nasional
    • Pilkada Regional
  • Sport
    • Bola
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result
  • NEWS
  • PERISTIWA
  • REGIONAL
  • NASIONAL
  • DUNIA
  • BUDAYA
  • INVESTIGASI
  • KESEHATAN
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • POLITIK
  • SUMUT
  • ENTERTAINMENT
  • PENDIDIKAN
ADVERTISEMENT
Home NEWS Opini & Cerita

Sekolah dan Kekerasan

by dekrit.id
10/06/2021
in Opini & Cerita
Nancy Angelia Purba

Nancy Angelia Purba

Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke TwitterBagikan ke Email

Oleh: Nancy Angelia Purba

KEINGINAN untuk memberikan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik merupakan dorongan logis bagi dosen termasuk guru untuk memerankan dirinya sebagai pengajar. Dia akan berusaha semaksimal mungkin agar setiap ilmu dan pengetahuan yang dimiliki dapat tersampaikan kepada siswa dalam waktu singkat. Tentu saja cara yang paling mudah adalah menggunakan seluruh waktu pertemuan kelas untuk siap menerima berbagai informasi yang disampaikan agar ilmu pengetahuannya bertambah.

READ ALSO

Politik Harapan

“Watak Nasionalisme, Sosialisme, Humanisme Menyinari dan Menerangi Spritualitas Ompui SAE Nababan,”

Fungsi dan peran seperti ini sering menempatkan guru pada otoritas yang berlebihan, seperti sebagai sumber informasi tunggal dan sebagai pusat aktivitas pembelajaran, sehingga siswa mirip sebagai objek pasif, bejana kosong yang harus diisi sejumlah informasi. Dominasi guru dalam interaksi belajar mengajar di dalam kelas seperti itu dapat menimbulkan apatisme dan sikap pasif siswa karena kreativitasnya terhambat pada yang akhirnya mengurangi kualitas hasil belajar.

Undang-undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,  sedangkan tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta  bertanggung jawab.

Usaha dalam bidang pendidikan bukan usaha yang berlangsung dan berlalu tanpa rencana. Dalam hal ini Undang-undang tersebut juga memberikan batasan pengertian yang jelas. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia yang diperlukan masyarakat, bangsa dan negara.

Jika diungkapkan kembali sejak mulai dari defenisi, tujuan dan fungsi pendidikan yang diberlakukan di Indonesia semua mempunyai titik penekanan pada pembentukan akhlak mulia, pembentukan kepribadian atau watak bagi peserta didik. Akhlak mulia dan kepribadian yang penuh dengan tanggung jawab menjadi bagian yang penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ilmu pengetahuan yang dipelajari dan dikembangkan bukan ilmu pengetahuan yang bebas nilai, melainkan sarat dengan muatan-muatan untuk mewujudkan kepribadian yang beradab sekaligus mempunyai nilai kompetitif dari segala aspek. Nilai tersebut tentunya juga harus dibarengi dengan kemampuan siswa.

Berkembangnya perilaku menyimpang di bangsa ini seperti, kolusi, korupsi, kekerasan dan lemahnya disiplin serta hilangnya rasa tanggung jawab merupakan salah satu bentuk manifestasi dari terkikisnya integritas kepribadian yang sesungguhnya diharapkan dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. Banyaknya perilaku buruk ini merupakan bukti nyata bahwa pendidikan telah gagal dalam menanamkan nilai-nilai integritas kepribadian atau memang merupakan penyakit yang justru sudah dipelihara sejak anak bangsa ini mengecap dunia pendidikan.

Sebagai contoh perilaku kekerasan dalam pendidikan pamong praja merupakan tindakan melecehkan martabat manusia dan bangsa Indonesia. Itu adalah tindak kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilegalisasi melalui sistem pendidikan.

Belum lama ini bentuk kekerasaan dalam dunia pendidikan semakin memprihatinkan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis hasil pengawasan dan pengaduan kekerasan di lembaga pendidikan. Sejak bulan Januari hingga Oktober 2019, tercatat 127 kasus kekerasan yang terdiri dari kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kekerasan di lembaga pendidikan melibatkan guru atau kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa

Berdasarkan data KPAI, kekerasan seksual berjumlah 17 kasus dengan korban 89 anak, yang terdiri darj 55 anak perempuan dan 34 anak laki-laki. Pelaku mayoritas adalah guru 88 persen dan kepala sekolah 22 persen. Fakta tersebut tentu sangat memperhatikan,bukan? Sekolah (ecole) yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan berubah menjadi tempat yang mengerikan bahkan sampai mengancam nyawa. Tempat berkumpul untuk bersosialisasi, justru menjadi tempat praktek kekerasan.

Sesungguhnya aspek pendidikan yang tak sepenuhnya dapat dikelola sebagai rumah kaca pembelajaran yang terbebaskan dari pengaruh buruk lingkungan eksternal justru memungkinkan munculnya spiral kekerasan dalam pendidikan. Fenomena kekerasan yang mewarnai dunia pendidikan setidaknya dapat dilihat dari tiga titik persoalan sebagai berikut:

Pertama, dialog humanis antar guru maupun sesama siswa, orangtua belum menjadi kebutuhan bersama dalam memahami hakikat sekolah itu sendiri. Sejak awal masuk sekolah, siswa tidak dilibatkan dalam mendiskusikan kebjakan yang akan dibuat sekolah termasuk aturan main dan sanksi, sehingga pihak pemberi sanksi merasa pelanggaran yang disertai hukuman wajib dilaksanakan. Begitu juga dengan sanksi yang melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, sehingga aksi balas dendam kekerasan akan terjadi baik baik itu antar siswa maupun guru dan siswa.

Kedua, kekerasan dalam lingkungan sekolah mengambil titik tolak dari sesuatu yang sangat stabil, yakni kekacauan makna akan kompetisi. Tak dapat dibantah fakta dan kenyataan bahwa sekolah merupakan sebuah lingkungan sosial yang mana setiap siswa saling dikompetisikan dengan siswa lain berdasarkan takaran yang tak sepenuhnya bercorak humanistik trasendental. Kompetisi merupakan racun mematikan pendidikan. Ia membunuh kreativitas pendidikan itu sendiri, beserta kemanusiaan para pendidik dan peserta didik. Kebahagiaan dan spontanitas kehidupan dilenyapkan atas dasar kepatuhan buta dan ambisi untuk menjadi yang nomor satu.

Ketiga, kekerasan dalam pendidikan menemukan aksentuasinya sangat mencolok dari tergerusnya pelayanan negara dalam bidang pendidikan. Amanat konstitusi bahwa negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, memposisikan pendidikan sebagai aspek pelayanan negara yang sangat penting dan menentukan. Pada pelayanan negara itulah pendidikan justru diharapkan mampu mencapai tujuan yang luhur, yaitu mempertegas dimensi manusia dalam pembangunan.

Sejatinya, pendidikan memiliki tujuan yang amat luhur. Ia membebaskan manusia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan. Ia menyadarkan orang akan tempatnya tidak hanya di dalam masyarakat, tetapi di dalam semesta yang tak berhingga ini. Dari kesadaran tersebut lahirlah kebahagiaan sejati di dalam diri yang tidak tergantung pada apapun, baik oleh harta, kuasa maupun kenikmatan badani semata.

Sayangnya, pendidikan kita telah melintir jauh dari hakekatnya. Ia tidak lagi mencerdaskan dan membebaskan, melainkan justru memperbodoh dan memenjara pikiran. Proses pendidikan tidak lagi menjadi proses yang membahagiakan dan menyadarkan, melainkan justru menyiksa batin dan menumpulkan rasa.

Jalan Keluar

Memutus spiral kekerasan dalam institusi pendidikan jelas bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kerjasama antara guru, siswa, dan orangtua dalam satu kesatuan yang saling mendukung. Sungguh pun demikian, setiap institusi pendidikan harus melakukan upaya seksama agar jangan sampai bergeser menjadi domain timbulnya kekerasan. Tiga contoh bentuk kekerasan di atas penting dipertimbangkan sebagai perspektif dalam menyibak hakikat kekerasan yang seperti tak habis-habisnya bergemuruh di pendidikan tanah air.

Jalan keluar dari ketiga yang bersangkut paut dengan tata kelola pendidikan secara keseluruhan pada tingkat nasional. Sudah saatnya negara memposisikan pendidikan sebagai medan pengabdian terhadap masyarakat dan bangsa ini secara keseluruhan. Kebajikan negara terhadap rakyat harus menemukan aktualisasinya dalam pelayanan bidang pendidikan. Alasan pendidikan tidak mungkin lagi diberlakukan sebagai proyek. Sejauh mana masih memposisikan pelayanan bidang pendidikan semata sebagai proyek, maka sejauh itu pula pelayanan pendidikan rentan dikacaubalaukan oleh perilaku korupsi yang eksesif. Jika demikian yang terjadi, lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia rentan menjadi sarang timbulnya kekerasan.

Akhirnya, mengembalikan makna sekolah merupakan suatu tuntutan sekaligus keharusan yang dilaksanakan semua pihak. Sekolah dalam arti yang luas adalah proses memanusiakan manusia dan wahana mendorong rasa ingin tahu dan kreativitas anak di segala bidang, sambil dibalut dengan nilai-nilai kosmopolit yang universal. Semoga ini menjadi perhatian dan kebutuhan kita bersama.

Penulis adalah dosen Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: NancyAngeliaPurbaSekolah&KekerasanTulisanUHKBPNP
Share137SendTweet86Send

Related Posts

Opini & Cerita

Politik Harapan

29 Juli 2021
Pdt.Dr.SAE Nababan.
Opini & Cerita

“Watak Nasionalisme, Sosialisme, Humanisme Menyinari dan Menerangi Spritualitas Ompui SAE Nababan,”

22 Mei 2021
Maslina Nainggolan memegang foto anak yaitu Jonathan bersama menantunya
Opini & Cerita

Ancaman Hukuman Mati Bagi TKI Asal Siantar, Dua Anak Masih Kecil dan Pilu Buat Orangtuanya

7 Juli 2020
Agi Julianto Martuah Purba
Opini & Cerita

Kreatifitas Guru di Masa Pandemi Virus Korona

30 April 2020
Opini & Cerita

Pembelajaran Daring Alternatif  Solusi di Masa Pandemi COVID-19?

21 April 2020
Kesehatan

Covid-19 Mewabah, Anggota DPRD Siantar Netty Sianturi Minta PT STTC Sanggupi Harapan Warga Semprot Disinfektan

31 Maret 2020

Discussion about this post

Sambut HUT Pemasyarakatan ke 59 Lapas kelas IIA Pematang Siantar, Kanwil Kemenkumham Sumut Resmi Buka PORSENAP WBP

13/03/2023

SMSI Hadir di Seluruh Kabupaten/Kota se-Kepulauan Nias, Dipimpin Suarman Telaumbanua

13/03/2023

SMSI Minta Presiden Joko Widodo tidak Tandatangani Rancangan Perpres Publisher Right

09/03/2023

Seorang Penjual Sabu Ditangkap dari Marujung Jaya, BB 3,76 Gram

08/03/2023

Operasi Keselamatan Toba 2023 Digelar, Utamakan Keselamatan Berlalu-Lintas

08/03/2023

Gamot di Simalungun jadi Tersangka Pelaku Cabul Anak Bawah Umur

08/03/2023

NEWS

Khairul Muslim Dilantik jadi Ketua Forum Pemred Media Siber Sumut

07/03/2023

Read more

Ketum Firdaus: SMSI Jadikan Media Berdaya Saing dengan Membangun 4 Ekosistem

07/03/2023

Jelang Idul Fitri 1444 H, Latihan Pra Operasi Keselamatan Toba 2023 Digelar Polres Simalungun

06/03/2023

Gawat! Pilpanag 9 Hari Lagi tapi Anggaran tak Kunjung Jelas. Panitia Ancam Mundur

06/03/2023

Amankan Pilpanag Serentak 2023, Polres Simalungun Latihan Dalmas

04/03/2023

  • Jangan Salah Paham, Ini Bedanya Making Love dan Having Sex 

    2020 shares
    Share 808 Tweet 505
  • Gamot di Simalungun jadi Tersangka Pelaku Cabul Anak Bawah Umur

    327 shares
    Share 131 Tweet 82
  • Seorang Penjual Sabu Ditangkap dari Marujung Jaya, BB 3,76 Gram

    327 shares
    Share 131 Tweet 82
  • Gawat! Pilpanag 9 Hari Lagi tapi Anggaran tak Kunjung Jelas. Panitia Ancam Mundur

    344 shares
    Share 138 Tweet 86
  • Truk Pengangkut Sawit CV.Sinar Tenera Lebihi Tonase

    447 shares
    Share 179 Tweet 112

Sambut HUT Pemasyarakatan ke 59 Lapas kelas IIA Pematang Siantar, Kanwil Kemenkumham Sumut Resmi Buka PORSENAP WBP

13/03/2023

SMSI Hadir di Seluruh Kabupaten/Kota se-Kepulauan Nias, Dipimpin Suarman Telaumbanua

13/03/2023

SMSI Minta Presiden Joko Widodo tidak Tandatangani Rancangan Perpres Publisher Right

09/03/2023

Seorang Penjual Sabu Ditangkap dari Marujung Jaya, BB 3,76 Gram

08/03/2023

Operasi Keselamatan Toba 2023 Digelar, Utamakan Keselamatan Berlalu-Lintas

08/03/2023

Gamot di Simalungun jadi Tersangka Pelaku Cabul Anak Bawah Umur

08/03/2023

Khairul Muslim Dilantik jadi Ketua Forum Pemred Media Siber Sumut

07/03/2023

  • Disclaimer
  • Pedoman
  • Policy
  • Terms
  • Redaksi

© 2019-2021 Dekrit ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata duniaBarak ID

No Result
View All Result
  • NEWS
    • Peristiwa
    • Investigasi
    • Olahraga
    • Politik dan Pemerintahan
  • Regional
    • Sumut
  • Nasional
  • Internasional
  • Opini & Cerita
    • Budaya
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Sejarah
    • Entertainment
    • Tekno & Otomotif
    • Video
    • Relationship
    • Seleb
  • ADVERTORIAL
  • Lipsus
    • PENDIDIKAN
    • Mimbar Dakwah Jum’at
    • Mimbar Minggu
    • Viral
  • PILKADA
    • Pilkada Nasional
    • Pilkada Regional
  • Sport
    • Bola

© 2019-2021 Dekrit ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata duniaBarak ID