Oleh : Sarah Sofia Hutapea, S.Pd
Pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia, khususnya Indonesia memantik setiap orang untuk memperbaharui diri, termasuk sekolah. Kondisi ini memberikan tantangan dan peluang untuk bangkit serta keluar dari rutinitas yang ada. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemic covid-19 ini, tak terasa sudah memasuki semester Genap. Sejauh ini guru berusaha membuat pembelajaran aktif supaya siswa tidak mengalami kejenuhan saat belajar di rumah yang hanya didampingi orangtua.
Essensi era revolusi 4.0 atau yang dikenal dengan era distribusi digitalisasi adalah era kecepatan, inovasi dan kreasi yang telah melahirkan reformasi dalam dunia pendidikan. Pendidikan tanpa batasan waktu dan ruang dapat dilaksanakan kapan dan dimana saja, misal seperti online class atau kelas online.
Dilansir kompas, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memprediksi 68,2 juta pelajar dari berbagai jenjang pendidikan kini harus belajar di rumah. Banyaknya jumlah pelajar yang terdampak tidak terlepas dari dari semakin meluasnya penyebaran covid-19 yang kini telah tersebar di semua provinsi. Kondisi tersebut menuntut para guru dan pelajar memanfaatkan kesempatan guna mencoba berbagai alternatif yang tepat sehingga pembelajaran jarak jauh epektif dilakukan.
Kuncinya, siswa tetap dapat mengembangkan diri sesuai minat dan bakat yang dimiliki. Kendati demikian, pembelajaran daring ini dipengaruhi beberapa faktor di antaranya akses digital, pembelajaran inklusif hingga sinergi keluarga dan sekolah.
Sebagai salah seorang guru di kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar, saya berusaha membuat inovasi pembelajaran jarak jauh agar menjadi menyenangkan. Salah satunya pembelajaran pada tema7 yakni Perkembangan Teknologi, Subtema1: Perkembangan Teknologi Produksi Pangan, Pembelajaran 6. Melalui google classroom, guru menyampaikan materi pembelajaran, menggunakan konsep belajar kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan menggunakan metode MIKiR.
Pembelajaran kontekstual itu sendiri awalnya dikembangkan oleh John Dewey. Filsup, kebangsaan Amerika. Pada tahun 1918, Dewey merumuskan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman dan minat peserta didik. Peserta didik akan belajar dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan pengetahuan dan kegiatan yang telah diketahuinya dan terjadi di sekelilingnya. Hal terpenting adalah pencapaian pada tujuannya yaitu agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya.
Sedangkan metode unsur MIKiR adalah salah satu metode pembelajaran yang dikenalkan oleh Tanoto Foundation sebagai salah satu metode pembelajaran praktek baik yang dilakukan guru kepada siswa.
Adapun tujuan guru mengajar menggunakan “metode MIKiR” yaitu sebagai sumber belajar untuk meningkatkan minat belajar siswa selama mengikuti kelas PJJ di rumah. Dimana huruf M=Mengalami, yaitu siswa diharapkan mengalami langsung praktek dalam membuat tempe, tentunya jika pembelajaran ini berhasil, ini akan menjadi menarik buat siswa bahkan buat orangtuanya juga. Huruf I = Interaksi, diharapkan ada interaksi yang baik antara siswa dan orangtua saat mendampingi anaknya dalam proses membuat tempe. Sedangkan huruf Ki= Komunikasi, disini siswa diminta membuat laporan secara tertulis dari awal hingga akhir cara membuat tempe bersama orangtua, dan yang terakhir huruf R=Refleksi, anak menuliskan apa yang dirasakan saat tempe yang dibuat berhasil atau sebaliknya tidak berhasil.
Guru meminta siswa praktek langsung cara membuat tempe sendiri di rumah, enak dan lebih hemat. Adapun bahan yang digunakan yaitu kacang kedelai, ragi tempe serta daun pisang. Pertama, kacang kedelai dicuci hingga bersih. Kemudian, direndam selama 12 sampai 18 jam. Kacang kedelai dicuci hingga kulitnya terlepas. Lalu, dikukus atau direbus hingga empuk. Setelah empuk, lalu diangkat dan ditiriskan. Ragi tempe dapat ditaburkan jika suhunya telah berubah menjadi hangat. Sendokkan kedelai ke atas daun pisang. Ukuran tempe dapat disesuaikan dengan selera. Bungkus sambil dipadatkan, lalu sematkan dengan tusuk gigi. Simpan tempe dalam suhu ruang. Tempe siap diolah.
Guru memberi waktu 2 (dua) hari dalam mengerjakan tugas tersebut. Setelah siswa menyelesaikan tugasnya, siswa diminta mengirimkan tugasnya ke grup Kelas 3a melalui grup Facebook (FB) yang telah tersedia. FB dan Google Classroom hanya media, sekaligus mensiasati agar gadget (HP) guru dapat berfungsi dengan baik tatkala belajar daring masih berjalan, begitu juga dengan dokumen penting administrasi guru.
Hasilnya siswa kelas 3a dan orangtua sangat antusias saat mendapat pembelajaran ini. Mereka berlomba mengirimkan tugasnya. Karena pada hakeaktnya, setiap anak (siswa) menyukai hal-hal yang baru seperti menciptakan suatu produk secara konkret. Di sini, siswa tidak melulu dijejali guru dengan metode ceramah atau mencatat teks saja. Selain itu, pembelajaran pembuatan tempe ini juga bermanfaat secara tidak langsung bagi orangtua yaitu dapat menjadi salah satu solusi menambah penghasilan /mata pencaharian orangtua di tengah sulitnya situasi di masa pandemi ini.
Orangtua dan siswa menuliskan testimoni dalam pembelajaran pembuatan tempe ini. Isi dan tulisannya pun beragam, menyentuh hati guru. “Terimakasih kepada ibu guru kelas IIIA, Ibu Sarah Sofia Hutapea, yang sudah mengajari anak saya untuk mempratekkan cara membuat tempe. Karena praktek membuat tempe ini, saya dan anak saya akhirnya tahu cara membuat tempe. Selama mengerjakannya pun, saya dan anak saya sangat senang dan bersemangat dan lebih menyenangkan lagi karena praktek membuat tempe kami berhasil,” ujar orangtua dari Steven Jordan Silalahi.
Pembelajaran menggunakan metode MIKiR ini hanya salah satu dari banyaknya teori belajar. Publik juga menyadari bahwa tidak ada satupun metode yang unggul untuk semua kondisi. Setiap anak unik, karateristik dan cara belajarnya pun berbeda-beda. Semoga, para guru tetap semangat, dan senantiasa berkreasi, berinovasi dan berkolaborasi. (*)
Discussion about this post