Dekrit.id|Jakarta– Kasus sengketa tanah milik almarhum Tan Mokoginta di wilayah Kotamobagu yang terjadi sejak tahun 2008 hingga April 2023 tak kunjung tuntas. Kantor Pertanahan, Polres Kota Kotamobagu dan terlapor, Sonny R.V Mokoginta dkk diduga melakukan konsfirasi pemufakatan jahat.
”Konspirasi. Kekuasaan menjadi tameng membungkam para ahli waris untuk mendapatkan haknya. Bak film: kantor pertanahan, oknum penyidik dan pejabat Polres Kotamobagu serta terlapor Sonny R.V Mokoginta punya peran masing-masing,” kata Kuasa Hukum Alm Tan Mokoginta Saddan Sitorus, SH.,CLA dalam keterang tertulis, Selasa, 11 April 2023.
Tanah sengketa tersebut secara hukum milk ahli waris Tan Mokoginta yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) No. 335 tahun 1981. Tanpa alas hukum yang sah, terlapor dkk mengklaim sebagai pemilik. “Perampasan hak harus dilawan sebagai bentuk perjuangan mendapatkan keadilaan dan kepastian hukum,” kata Saddan.
Sengketa tanah bermula saat petugas dan pejabat dari Kantor Pertanahan Kota Kotamobagu mengukur tanah tersebut pada tahun 2008. Hasilnya, terbit pengganti sertipikat hak milik No. 99 tahun 1978, yakni SHM No 99 tahun 2019 beserta sertifikat turunan dari hasil transaksi jual beli secara ilegal Sonny R.V Mokoginta sejak tahun 2012 yang mengakibatkan luas tanah Tan Mokoginta berubah.
Kondisi tersebut memantik emosi ahli waris alm.Tan Mokoginta hingga melaporkannya ke Polres Kotamobagu tahun 2021, namun tak membuahkan hasil.
Saddan menerangkan kesalahan oknum pejabat BPN setempat melegitimasi terbitnya sertifikat pengganti meski tanpa didukung bukti autentik yang mengakibatkan keluarga Tan Mokoginta kehilangan hak atas tanah.
”Kesalahan terlapor dibungkus rapi oleh kantor pertanahan dan oknum penyidik dan pejabat polres. Penyerobotan itu tampak dilegalkan saat menangani perkara,” ungkap Saddan dengan kesal
Selanjutnya, Saddan mempertanyakan kredibilitas penyidik dalam menguraikan alasan menolak dihentikannya proses pemeriksaan pada tiga laporan polisi.
Ketiga laporan polisi tersebut adalah No. 169/IV/2021/SULUT/SPKT/RES KTGU, tertanggal 26 April 2021. Lalu, No. LP/B/352/VIII/2021/SULUT/SPKT/RES-KTGU, tertanggal 23 Agustus 2021. Selanjutnya, No. LP/B/467.a/VIII/2022/Sulut/Res-Ktgu, tertanggal 22 Juli 2022.
Penyidik dinilai Saddan tidak mempertimbangkan putusan inkrah Pengadilan nomor 4 tahun 2016 yang membuktikan ukuran tanah milik alm Tan Mokoginta telah diambil tanpa hak oleh Sonny R.V Mokoginta. Padahal sambung Saddan, Sonny mengakui kesalahannya. Sonny mengakui perbuatannya dengan membuat surat pernyataan tahun 2016 dan tahun 2019 serta dalam sidang kode etik Provam Polri, Sonny dinyatakan bersalah.
Intimidasi dan Represif Polisi
Pada tanggal 8 Februari 2023 silam sekitar pukul 21.00 waktu setempat, ratusan anggota oknum penyidik dan pejabat Polres Kotambogu mendatangi ahli waris atas nama Frangki Mokoginta, Hanny Mokoginta dan Jendri Mokoginta.
Penyidik dan pejabat Polres Kotambogu tersebut dikawal
ratusan anggota polisi. Kedatangan Kasat Reskrim AKP Ahmad Anugrah dan Kapolsek Kotamobagu Kompol Luther dung disinyalir atas intruksi Kapolres AKBP Dasveri. Selain itu hadir juga sejumlah orang yang mengaku pembeli tanah dari Sonny.
Kedatangan polisi mengintervensi para ahli waris alm.Tan Mokoginta, tanpa disertai surat tugas. Anehnya, mereka meminta secara paksa menurunkan baliho tanpa menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan.
”Mereka (polisi) tak mampu menunjukkan surat tugas. Patut kami duga bahwa kedatangan tersebut tindakan represif dan menyebabkan para ahli waris merasa terintimidasi dan ketakutan” tegas Saddan
Intimidasi dan pendekatan represif polisi kepada keluarga korban semakin menguatkan adanya indikasi penegakan hukum yang diskriminatif. Kendati demikian, dia optimis keadilan masih ada.
Terakhir, Saddan mengingatkan para mafia hukum dan mafia tanah untuk menghentikan perbuatannya lantaran berdampak luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap kepemimpinan nasional. “Presiden Jokowi telah menyerukan perlawanan kepada mafia hukum dan mafia tanah,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post