
Dektrit.com | Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar nyatakan Posma Sitorus, tersangka kasus dugaan korupsi proyek smart city yang merugikan negara Rp 400 juta lebih, sudah dua kali tidak memenuhi surat panggilan jaksa. Alasan pertama karena tugas luar dan kedua karena sakit. Semua dibuktikan secara tertulis.
Terkait ini, Dostom Hutabarat selaku Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) mengatakan bahwa langkah berikutnya yang akan diambil adalah melayangkan panggilan ketiga dan untuk mencegah alasan tertulis dijadikan mengulur waktu, Dostom Hutabarat mengaku sebagai ketua tim akan memikirkan langkah-langkah selanjutnya.
Dostom Hutabarat memaklumi kondisi sakit yang dialami Posma Sitorus. Namun saat ditanyakan apa penyakit yang dialami Posma Sitorus, Dostom tidak menjelaskannya dengan rinci. “Tapi kalau masih kondisi pikirannya berdinamika minggu depan, kita kasih dulu ketenangan dulu. Mudah-mudahan minggu depan sehat” jawabnya, Rabu (31/7/2019).
“Memang sejak ada konferensi pers (penetapan tersangka) atau mulai Acai dipanggil mungkin, memang pikirannya berdiamika sekali mungkin sih. Jadi, kita tidak tau apakah benar-benar sakit atau karena pikiran. Mungkin karena pisikologis, kita kurang tau. Tapi kami akan tetap menjadwalkan ulang untuk minggu depan” jelasnya.

Namun, Dostom Hutabarat berjanji jika dalam panggilan selanjutnya tidak dipenuhi dan tidak ada alasan tertulis dari tersangka Posma Sitorus, maka sesuai prosedur akan digelar panggilan paksa. “Tetapi kalau ada penjelasannya akan kita layangkan lagi panggilan” jelasnya.
Disinggung mengenai hasil Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) apakah sudah diterima Kejaksaan atau tidak? Dostom Hutabarat mengatakan bahwa hal itu menjadi rahasia internal kerja mereka. Bagi Kejaksaan, BPKP hanya untuk menguatkan atau memastikan besaran kerugian negara. Kalau sejauh ini ditafsirkan negara rugi Rp 400 juta lebih.
Namun ia memastikan bahwa peningkatan kasus ini bisa masuk ke persidangan tanpa BPKP mengingat adanya bukti-bukti lain. Menurutnya, banyak kasus dugaan korupsi berproses secara tuntas tanpa menunggu BPKP. Dijelaskan, dalam pembuktian suatu kasus dugaan korupsi ada lima hal yang perlu diperhatikan, yakni saksi, surat, keterangan ahli, petunjuk dan keterangan tersangka. Dan jaksa bisa memilih saksi ahli liar seperti konsultan publik.
“Keterangan tersangka tidak mungkin. Keterangan saksi antara mungkin dan tidak mungkin karena ada yang membela dan yang tidak. Kalau dari BPKP ada dua yakni sebagai ahli dan sebagai surat. Surat itulah yang kita harapkan. Semua punya kemauan bersama terhadap penegakan hukum khususnya mengenai korupsi. Dan, kami kemarin koneksi bagus kok” ucapnya sembari memastikan bahwa selama dirinya bertugas di Siantar akan menuntaskannya. (*)

Discussion about this post