Dekrit.id|Simalungun– Posko Perjuangan Rakyat atau Pospera, mengecam gerakan primordialisme di Kabupaten Simalungun. Primordialisme yang mengarah ke Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) merupakan hal yang sensitif dan dapat menimbulkan perpecahan.
“Pospera Simalungun menolak dan melawan tindakan dan penyebaran isu SARA yang disuarakan kelompok tertentu,” ujar Ketua DPC Pospera Simalungun, Sihar Napitupulu didampingi pengurus lainnya saat jumpa pers di Cafe A&B Jalan Laguboti, Kota Pematangsiantar, Kamis, 18 Nopember 2021.
Gerakan primordialisme -SARA dapat menciptakan perpecahan dan mengganggu ketentraman. Selain itu juga mengabaikan keberagaman dan toleransi yang selama ini terjaga. Dan bila aksi ini dibiarkan, pelayanan publik yang akan dijalankan pemerintah daerah akan mengalami hambatan.
Belum lama ini sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat Simalungun unjuk rasa di kantor Bupati dan kantor DPRD Simalungun. Mereka menuntut Esron Sinaga dicopot sebagai Sekretaris Daerah. Bagi mereka, Esron bukan suku Simalungun melainkan suku Toba.
Nah, bagi Pospera Simalungun, kelompok yang menyuarakan dan memperjuangkan etnis tertentu untuk menduduki suatu jabatan adalah bentuk nyata praktek intoleransi. “Kami (Pospera) menolak dan melawan gerakan primordialisme dan SARA,” kata Simon Damanik, dkk
Negara menjamin kebebasan setiap orang atau kelompok berpendapat. Kendati demikian, jika pendapat yang disuarakan melukai pluralisme dan toleransi, mereka yang anti keberagaman perlu dibina. Sebab, sambung Hotdesnal Sumbayak, pembentukan kabupaten Simalungun bukan didirikan satu kelompok. “Ini era disrupsi, digitalisasi dan era kolaborasi. Kok, malah mundur ke belakang,” tandasnya.
Percepatan pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di kabupaten Simalungun membutuhkan dukungan stakeholders.
Dan bila kebijakan polcy maker (bupati) melenceng dari konstitusi, Hotdesnal Sumbayak menyatakan bahwa Pospera akan berada di garis terdepan bersama rakyat. (dkt)
Discussion about this post