Dekrit.id|Simalungun – Darurat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) yang terjadi di wilayah Simalungun tampaknya belum bisa teratasi dengan baik.
Dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Simalungun pada Jumat, 22 Juli 2022, siang terungkap bahwa penyakit pada hewan ternak lembu ini mengalami sejumlah kendala.
Parahnya, kendala yang paling serius yakni keberadaan dokter hewan di Simalungun. Komisi II DPRD Simalungun melalui juru bicaranya, Badri Kalimantan, dalam pembacaan rekomendasi Komisi II kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun meminta agar Pemkab Simalungun melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan agar secara aktif melakukan pengobatan terhadap ternak yang terjangkit PMK dan melakukan penambahan tenaga dokter hewan di Simalungun.
Kata Badri, dalam rekomendasi Komisi II yang dibacakannya, bahwa perlu penambahan tenaga dokter hewan sebab Kabupaten Simalungun hanya memiliki 1 dokter hewan saja. “Dokter hewan di Simalungun hanya 1 orang. Untuk itu kita meminta agar Pemerintah Kabupaten Simalungun yang memiliki 32 Kecamatan dapat mengatasi persolan PMK dimana dokter hewan yang dimiliki hanya 1 orang.
Dengan hanya 1 orang dokter hewan, menurut Komisi II, tidak akan mampu mengatasi persoalan-persoalan penyakit ternak lembu yang dihadapi saat ini dimana Kabupaten Simalungun memiliki 32 Kecamatan.

Informasi dihimpun, berdasarkan data Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap dalam Rakor Penanganan PMK Sumut, di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubsu, Jalan Jenderal Sudirman Medan, mengatakan, terdapat 14.927 ekor ternak terpapar PMK di Sumut. Beberapa Kabupaten/Kota memasuki zona merah.
Kabupaten/Kota di Sumut masuk zona merah PMK yakni Batubara (5.619); Deliserdang (2.198); Serdangbedagai (2.139); Langkat (1.4070; Simalungun (1.382); Asahan 1.155; Medan (176); Pematangsiantar (174); Karo (125); Tapanuli Tengah (122); Padang Lawas Utara (88); Padangsidimpuan (73); Toba (45); Tapanuli Selatan (44); Mandailing Natal (37); Binjai (28); Labuhanbatu Utara (14); Padang Lawas (14); Tebing tinggi (8); dan Tanjungbalai (6).
Sementara, Lumpy Skin Disease (LSD) sendiri adalah penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) yang merupakan virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae.
Adapun sapi yang terserang LSD menunjukkan beberapa gejala seperti demam, keropeng pada hidung dan rongga mulut, pembengkakan pada kelenjar, dan timbulnya benjolan-benjolan pada kulit dengan batas yang jelas, sehingga penyakit ini bisa juga dinamai penyakit kulit benjol. (Dkt|Red)

Discussion about this post